puisi kemerdekaan taufik ismail

puisi kemerdekaan taufik ismail


puisi kemerdekaan taufik ismail,kumpulan puisi karya taufik ismail,puisi taufik ismail tentang cinta,puisi kebangsaan taufik ismail,puisi taufik ismail bagaimana kalau,karya taufik ismail yang terkenal,kumpulan syair karya taufik ismail,bagaimana kalau taufiq ismail,puisi taufik ismail kerendahan hati

puisi kemerdekaan taufik ismail

puisi kemerdekaan taufik ismail,kumpulan puisi karya taufik ismail,puisi taufik ismail tentang cinta,puisi kebangsaan taufik ismail,puisi taufik ismail bagaimana kalau,karya taufik ismail yang terkenal,kumpulan syair karya taufik ismail,bagaimana kalau taufiq ismail,puisi taufik ismail kerendahan hati

puisi kemerdekaan taufik ismail


LARUT MALAM SUARA SEBUAH TRUK
Karya: Taufiq Ismail

Sebuah Lasykar truk
Masuk kota Salatiga
Mereka menyanyikan lagu
'Sudah Bebas Negeri Kita'
Di jalan Tuntang seorang anak kecil
Empat tahun terjaga :
'Ibu, akan pulangkah Bapa,
dan membawakan pestol buat saya ?'

******

KITA ADALAH PEMILIK SAH REPUBLIK INI
Karya: Taufik Ismail

Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”

Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
(1966)

******

GERILYA
Karya: W S Rendra

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

******

DOA SEORANG SERDADU SEBELUM PERANG
Karya: W.S. Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
(Mimbar Indonesia. Th. XIV, No. 25. 18 Juni 1960)

******

MENATAP MERAH PUTIH
Karya: Sapardi Djoko Damono

Menatap merah putih
melambai dan menari – nari di angkasa

kibarannya telah banyak menelan korban
nyawa dan harta benda

berkibarnya  merah putih
yang menjulang tinggi di angkasa

selalu teriring senandung lagu Indonesia Raya
dan tetesan air mata
dulu, ketika masa perjuangan pergerakan kemerdekaan
untuk mengibarkan merah putih
harus diawali dengan pertumpahan darah
pejuang yang tak pernah merasa lelah
untuk berteriak : Merdeka!

menatap
merah putih adalah perlawanan melawan angkara murka
membinasakan penidas dari negeri tercinta
indonesia

menatap
merah putih adalah bergolaknya darah
demi membela kebenaran dan azasi manusia
menumpas segala penjajahan
di atas bumi pertiwi

menatap
merah putih adalah kebebasan
yang musti dijaga dan dibela
kibarannya di angkasa raya

berkibarlah terus merah putihku
dalam kemenangan dan kedamaian

******

HARI KEMERDEKAAN
Karya: Sapardi Djoko Damono

Akhirnya tak terlawan olehku
tumpah dimataku, dimata sahabat-sahabatku
ke hati kita semua
bendera-bendera dan bendera-bendera
bendera kebangsaanku
aku menyerah kepada kebanggan lembut
tergenggam satu hal dan kukenal

tanah dimana kuberpijak berderak
awan bertebaran saling memburu
angin meniupkan kehangatan bertanah air
semat getir yang menikam berkali
makin samar
mencapai puncak kepecahnya bunga api
pecahnya kehidupan kegirangan

menjelang subuh aku sendiri
jauh dari tumpahan keriangan dilembah
memandangi tepian laut
tetapi aku menggengam yang lebih berharga
dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
makin bercahaya makin bercahaya
dan fajar mulai kemerahan

******
ATAS KEMERDEKAAN
Karya: Sapardi Djoko Damono

kita berkata : jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya : langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala

terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari  yang ketujuh tiba

sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu :
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah
(Horison Thn III, No. 8 Agustus 1968)

******

SUKMAKU MERDEKA
Karya: Wiji Thukul

Tidak tergantung kepada Departemen Tenaga Kerja
Semakin hari semakin nyata nasib di tanganku
Tidak diubah oleh siapapun
Tidak juga akan dirubah oleh Tuhan Pemilik Surga
Apakah ini menyakitkan? entahlah !
Aku tak menyumpahi rahim ibuku lagi
Sebab pasti malam tidak akan berubah menjadi pagi
Hanya dengan memaki-maki

Waktu yang diisi keluh akan berisi keluh
Waktu yang berkeringat karena kerja akan melahirkan
Serdadu-serdadu kebijaksanaan
Biar perang meletus kapan saja
Itu bukan apa-apa
Masalah nomer satu adalah hari ini
Jangan mati sebelum dimampus takdir

Sebelum malam mengucap selamat malam
Sebelum kubur mengucapkan selamat datang
Aku mengucap kepada hidup yang jelata
M E R D E K A ! !

******

SATU MIMPI SATU BARISAN
Karya: Wiji Thukul

Di lembang ada kawan sofyan
jualan bakso kini karena dipecat perusahaan
karena mogok karena ingin perbaikan
karena upah ya karena upah

Di ciroyom ada kawan sodiyah
si lakinya terbaring di amben kontrakan
buruh pabrik teh
terbaring pucet dihantam tipes
ya dihantam tipes
juga ada neni
kawan bariah
bekas buruh pabrik kaos kaki
kini jadi buruh di perusahaan lagi
dia dipecat ya dia dipecat
kesalahannya : karena menolak
diperlakukan sewenang-wenang

Di cimahi ada kawan udin buruh sablon
kemarin kami datang dia bilang
umpama dironsen pasti nampak
isi dadaku ini pasti rusak
karena amoniak ya amoniak

Di cigugur ada kawan siti
punya cerita harus lembur sampai pagi
pulang lunglai lemes ngantuk letih
membungkuk 24 jam
ya 24 jam

Di majalaya ada kawan eman
buruh pabrik handuk dulu
kini luntang-lantung cari kerjaan
bini hamin tiga bulan
kesalahan : karena tak sudi
terus diperah seperti sapi

Di mana-mana ada sofyan ada sodiyah ada bariyah
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan
di mana-mana ada neni ada udin ada siti
di mana-mana ada eman
di bandung - solo - jakarta - tangerang

Tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan
satu mimpi
satu barisan
(Bandung 21 Mei 1992)

******

BUAH KEMERDEKAAN
Karya: Giyono Trisnadi

Jalanan macet di mana mana.. inikah buah Kemerdekaan?
Banyak Ibu ibu dan gadis gadis menjadi TKW.. inikah buah kemerdekaan?  
Banyak pengangguran.. inikah buah kemerdekaan?
Banyak anak durhaka.. inikah buah kemerdekaan?
Demokrasi kebablasan.. inikah buah kemerdekaan?
Banyak pemimpin membesarkan perutnya sendiri.. inikah buah kemerdekaan?

Kenapa buah kemerdekaan berwarna hitam?
Atau ketidak becusan orang orang menyiangi kemerdekaan?
Atau ketidak pedulian pemimpin akan keadilan?
Atau kealpaan pemimpin atas tujuan kemerdekaan?
Atau ego dan kealpaan masyarakat kebanyakan?

Bayangkan bagaimana perasaan para pejuang melihat buah kemerdekaan
Dulu dia mati berdarah darah demi kemerdekaan
Pasti dia menangis dengan air mata berdarah darah karena melihat buah kemerdekaan
(8 Agustus 2015, Peringatan Hari kemerdekaan ke 70 Republik Indonesia)

DENGAN PUISI AKU
(Taufiq ismail)
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbaur cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Napas jaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya

Sebuah Jaket Berlumur Darah

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.


Syair Orang Lapar

Lapar menyerang desaku
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang kampungku
Kuguratkan kertas
Risau
Lapar lautan pidato
Ranah dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Kesinikan hatimu
Kuiris
Lapar di Gunungkidul
Mayat dipanggang kemarau
Berjajar masuk kubur
Kauulang jua
Kalau.


Karangan Bunga

Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.

Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.


Salemba

Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini.

Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani.


Memang Selalu Demikian, Hadi

Setiap perjuangan selalu melahirkan
Sejumlah pengkhianat dan para penjilat
Jangan kau gusar, Hadi.

Setiap perjuangan selalu menghadapkan kita
Pada kaum yang bimbang menghadapi gelombang
Jangan kau kecewa, Hadi.

Setiap perjuangan yang akan menang
Selalu mendatangkan pahlawan jadi-jadian
Dan para jagoan kesiangan.

Memang demikianlah halnya, Hadi.


Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua
Pada Anaknya Berangkat Dewasa

Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah ang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi.

PUISI MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernyaDadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis
dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya dengan sepotong SK
suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat
jadi pertunjukan teror penonton antarkotacuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita
tak pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang disetujui bersama,Di negeriku rupanya sudah diputuskan
kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,
lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil
karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta,
sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan
dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng,
Nipah, Santa Cruz dan Irian,
ada pula pembantahan terang-terangan
yang merupakan dusta terang-terangan
di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,
tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang
menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi.
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.1998

Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini Karya Taufik Ismail
Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
1966
Membaca Tanda-Tanda Kary Taufiq Ismail
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas
dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita
Ada sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merindukannya
Kita saksikan udara
abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau
yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil
tak lagi berkicau pagi hari
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan
hutan
Kita saksikan zat asam
didesak asam arang
dan karbon dioksid itu
menggilas paru-paru
Kita saksikan
Gunung memompa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir membawa air
air
mata
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca
Seribu tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari
Karena ada sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kami
mulai
merindukannya.
1982
Puisi Kembalikan Indonesia Padaku (Taufik Ismail)
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bolayang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Paris, 1971

Kumpulan Puisi Taufiq Ismail
1946 : LARUT MALAM SUARA SEBUAH TRUK
Oleh :
Taufiq Ismail

Sebuah Lasykar truk 
Masuk kota Salatiga 
Mereka menyanyikan lagu 
'Sudah Bebas Negeri Kita' 
Di jalan Tuntang seorang anak kecil 
Empat tahun terjaga : 
'Ibu, akan pulangkah Bapa, 
dan membawakan pestol buat saya ?' 
(1963) 
Budaja Djaja 
Thn. VI, No. 61 
Juni 1973


BAGAIMANA KALAU


Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam, 
tapi buah alpukat, 
Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat, 
Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah, 
dan kepada Koes Plus kita beri mandat, 
Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi, 
dan ibukota Indonesia Monaco, 
Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas, 
salju turun di Gunung Sahari, 
Bagaimana kalau bisa dibuktikan bahwa Ali Murtopo, Ali Sadikin 
dan Ali Wardhana ternyata pengarang-pengarang lagu pop, 
Bagaimana kalau hutang-hutang Indonesia 
dibayar dengan pementasan Rendra, 
Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi, 
dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan, 
Bagaimana kalau akustik dunia jadi sedemikian sempurnanya sehingga di 
kamar tidur kau dengar deru bom Vietnam, gemersik sejuta kaki 
pengungsi, gemuruh banjir dan gempa bumi sera suara-suara 
percintaan anak muda, juga bunyi industri presisi dan 
margasatwa Afrika, 
Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil 
mempertimbangkan protes itu, 
Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini dan kita 
pelihara ternak sebagai pengganti 
Bagaimana kalau sampai waktunya 
kita tidak perlu bertanya bagaimana lagi. 


1971 




BAYI LAHIR BULAN MEI 1998 


Dengarkan itu ada bayi mengea di rumah tetangga 
Suaranya keras, menangis berhiba-hiba 
Begitu lahir ditating tangan bidannya 
Belum kering darah dan air ketubannya 
Langsung dia memikul hutang di bahunya 
Rupiah sepuluh juta 


Kalau dia jadi petani di desa 
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota 
Kalau dia jadi orang kota 
Dia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya 
Kalau dia bayar pajak 
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing 
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing 


Cobalah nasihati bayi ini dengan penataran juga 
Mulutmu belum selesai bicara 
Kau pasti dikencinginya. 


1998






BUKU TAMU MUSIUM PERJUANGAN
Oleh :
Taufiq Ismail



Pada tahun keenam 
Setelah di kota kami didirikan 
Sebuah Musium Perjuangan 
Datanglah seorang lelaki setengah baya 
Berkunjung dari luar kota 
Pada sore bulan November berhujan 
dan menulis kesannya di buku tamu 
Buku tahun keenam, halaman seratus-delapan 

Bertahun-tahun aku rindu 
Untuk berkunjung kemari 
Dari tempatku jauh sekali 
Bukan sekedar mengenang kembali 
Hari tembak-menembak dan malam penyergapan 
Di daerah ini 
Bukan sekedar menatap lukisan-lukisan 
Dan potret-potret para pahlawan 
Mengusap-usap karaben tua 
Baby mortir buatan sendiri 
Atau menghitung-hitung satyalencana 
Dan selalu mempercakapkannya 

Alangkah sukarnya bagiku 
Dari tempatku kini, yang begitu jauh 
Untuk datang seperti saat ini 
Dengan jasad berbasah-basah 
Dalam gerimis bulan November 
Datang sore ini, menghayati musium yang lengang 
Sendiri 
Menghidupkan diriku kembali 
Dalam pikiran-pikiran waktu gerilya 
Di waktu kebebasan adalah impian keabadian 
Dan belum berpikir oleh kita masalah kebendaan 
Penggelapan dan salahguna pengatasnamaan 

Begitulah aku berjalan pelan-pelan 
Dalam musium ini yang lengang 
Dari lemari kaca tempat naskah-naskah berharga 
Kesangkutan ikat-ikat kepala, sangkur-sangkur 
berbendera 
Maket pertempuran 
Dan penyergapan di jalan 
Kuraba mitraliur Jepang, dari baja hitam 
Jajaran bisu pestol Bulldog, pestol Colt 

PENGOEMOEMAN REPOEBLIK yang mulai berdebu 
Gambar lasykar yang kurus-kurus 
Dan kuberi tabik khidmat dan diam 
Pada gambar Pak Dirman 
Mendekati tangga turun, aku menoleh kembali 
Ke ruangan yang sepi dan dalam 
Jendela musium dipukul angin dan hujan 
Kain pintu dan tingkap bergetaran 
Di pucuk-pucuk cemara halaman 
Tahun demi tahun mengalir pelan-pelan 

Deru konvoi menjalari lembah 
Regu di bukit atas, menahan nafas 

Di depan tugu dalam musium ini 
Menjelang pintu keluar ke tingkat bawah 
Aku berdiri dan menatap nama-nama 
Dipahat di sana dalam keping-keping alumina 
Mereka yang telah tewas 
Dalam perang kemerdekaan 
Dan setinggi pundak jendela 
Kubaca namaku disana..... 

GUGUR DALAM PENCEGATAN 
TAHUN EMPATPULUH-DELAPAN 

Demikian cerita kakek penjaga 
Tentang pengunjung lelaki setengah baya 
Berkemeja dril lusuh, dari luar kota 
Matanya memandang jauh, tubuh amat kurusnya 
Datang ke musium perjuangan 
Pada suatu sore yang sepi 
Ketika hujan rinai tetes-tetes di jendela 
Dan angin mengibarkan tirai serta pucuk-pucuk cemara 
Lelaki itu menulis kesannya di buku-tamu 
Buku tahun-keenam, halaman seratus-delapan 
Dan sebelum dia pergi 
Menyalami dulu kakek Aki 
Dengan tangannya yang dingin aneh 
Setelah ke tugu nama-nama dia menoleh 
Lalu keluarlah dia, agak terseret berjalan 
Ke tengah gerimis di pekarangan 
Tetapi sebelum ke pagar halaman 
Lelaki itu tiba-tiba menghilang


DARI CATATAN SEORANG DEMONSTRAN


Inilah peperangan
Tanpa jenderal, tanpa senapan
Pada hari-hari yang mendung
Bahkan tanpa harapan

Di sinilah keberanian diuji
Kebenaran dicoba dihancurkn
Pada hari-hari berkabung
Di depan menghadang ribuan lawan

1966






Dari Ibu Seorang Demonstran

"Ibu telah merelakan kalian
Untuk berangkat demonstrasi
Karena kalian pergi menyempurnakan
Kemerdekaan negeri ini"

Ya, ibu tahu, mereka tidak menggunakan gada
Atau gas airmata
Tapi langsung peluru tajam
Tapi itulah yang dihadapi
Ayah kalian almarhum
Delapan belas tahun yang lalu

Pergilah pergi, setiap pagi
Setelah dahi dan pipi kalian
Ibu ciumi
Mungkin ini pelukan penghabisan
(Ibu itu menyeka sudut matanya)

Tapi ingatlah, sekali lagi
Jika logam itu memang memuat nama kalian
(Ibu itu tersedu sedan)

Ibu relakan
Tapi jangan di saat terakhir
Kau teriakkan kebencian
Atau dendam kesumat
Pada seseorang
Walapun betapa zalimnya
Orang itu

Niatkanlah menegakkan kalimah Allah
Di atas bumi kita ini
Sebelum kalian melangkah setiap pagi
Sunyi dari dendam dan kebencian
Kemudian lafazkan kesaksian pada Tuhan
Serta rasul kita yang tercinta

pergilah pergi
Iwan, Ida dan Hadi
Pergilah pergi
Pagi ini

(Mereka telah berpamitan dengan ibu dicinta
Beberapa saat tangannya meraba rambut mereka
Dan berangkatlah mereka bertiga
Tanpa menoleh lagi, tanpa kata-kata)


1966



DOA

Tuhan kami
Telah nista kami dalam dosa bersama
Bertahun-tahun membangun kultus ini
Dalam pikiran yang ganda
Dan menutupi hati nurani

Ampunilah kami
Ampunilah
Amin

Tuhan kami
Telah terlalu mudah kami
Menggunakan AsmaMu
Bertahun di negeri ini
Semoga Kau rela menerima kembali
Kami dalam barisanMu

Ampunilah kami
Ampunilah
Amin 

1966


Jalan Segara


Di sinilah penembakan
Kepengecutan
Dilakukan

Ketika pawai bergerak
Dalam panas matahari

Dan pelor pembayar pajak
Negeri ini

Ditembuskan ke pungung
Anak-anaknya sendiri


1966


JAWABAN DARI POS TERDEPAN
Oleh : 
Taufiq Ismail

Kami telah menerima surat saudara 
Dan sangat paham akan isinya 
Tetapi tentang pasal penyerahan 
Itu adalah suatu penghinaan 

Konvoi sejam lamanya menderu 
Di kota. Api kavaleri memancar-mancar 
Di roda-rantai dan aspal 
Angin meniup dalam panas dan abu 
Abu baja. Nyala yang menggeletar-geletar 
Sepanjang suara

Kami yang bertahan 
Beberapa ratus meter jauhnya 
Bukanlah serdadu-serdadu bayaran 
Atau terpaksa berperang karena pemerintahan 

Kebebasan manusia di atas buminya 
Adalah penyebab hadir pasukan ini 
Dan pasukan-pasukan lainnya 
Impian akan harga kemerdekaan manusia 
mengumpulkan seorang tukang cukur, penanam-penanam sayur 
gembala-gembala, (semua buta huruf) kecuali dua anak SMT 
sopir taksi dan seorang mahasiswa kedokteran 
dalam pasukan 
di pos terdepan ini 
Terik dan lengang dipandang tak bertuan 
Abu naik perlahan dari bumi 
Bumi yang telah diungsikan 
Guruh dari jauh, konvoi menderu 
Suara panser dan tank-tank kecil 
Mengacukan senjata-senjata baru
Kami tidak punya batalion paratroop 
Cadangan sulfa, apalagi mustang dan lapis-baja 
Kami hanya memiliki karaben-karaben tua 
Bahkan bambu pedesaan, ujungnya diruncingkan 
Pasukan ini tak bicara dalam bahasa akademi militer 
Tidak juga memiliki pengalaman perang dunia 
Tetapi untuk kecintaan akan kebebasan manusia 
Di atas buminya 
Pasukan ini sudah menetapkan harganya
Sebentar lagi malampun akan turun 
membawa kesepian ajal adalam gurun

Tidakkah engkau bisa menempatkan diri 
sebentar, di tempat kami 
Memikirkan bahwa ibumu tua diungsikan 
tersaruk-saruk berjalan kaki 
Setelah rumah-rumah di kampungmu dibakari 
setelah adik kandungmu ditembak mati 
Adakah demi lain, yang mengatasi 
demi kemanusiaan ? 
Adakah ? 
Di seberang sini berjaga pengawalan 
Tanpa gardu dan kemah, berbaju lusuh dalam semak 
Dialah yang terdepan dengan sepucuk Lee & Field 
Dialah huruf pertama dari Republik 



Indonesia, 
Th XV, No. 2 
17 Agustus 1965 
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air 



KALIAN CETAK KAMI JADI BANGSA PENGEMIS, 
LALU KALIAN PAKSA KAMI 
MASUK MASA PENJAJAHAN BARU, 
Kata Si Toni 



Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri 
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan 
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami 
Sejak lahir sampai dewasa ini 
Jadi sangat tepergantung pada budaya 
Meminjam uang ke mancanegara 
Sudah satu keturunan jangka waktunya 
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula 
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni 
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi 
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini 
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi 
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia 
Kita gadaikan sikap bersahaja kita 
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta 
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka 
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita 
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia 
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama 
Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia 
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi 
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri 
Sambil kepala kita dimakan begini 
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti 
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi 
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni 
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama 
Menggigit dan mengunyah teratur berirama 

Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi 
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini 
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam 
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang 
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang 
Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya 
Meminjam kepeng ke mancanegara 
Dari membuat peniti dua senti 
Sampai membangun kilang gas bumi 
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi 
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi 
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri 
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis 
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis 
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa 
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa 
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya 
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami 
Kalian lah yang membuat kami jadi begini 
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi 
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini 



1998







KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU 
kepada Kang Ilen 



Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, 
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, 
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, 
yang menyala bergantian, 
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam 
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa, 
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam 
karena seratus juta penduduknya, 

Kembalikan 
Indonesia 
padaku 

Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam 
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat, 
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam 
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya, 
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, 
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat, 
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian, 
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang 
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam 
dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan, 


Kembalikan 
Indonesia 
padaku 


Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam 
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa, 
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam 
karena seratus juta penduduknya, 
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, 
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian, 

Kembalikan 
Indonesia 
padaku 
Paris, 1971
KETIKA SEBAGAI KAKEK DI TAHUN 2040, 
KAU MENJAWAB PERTANYAAN CUCUMU 


Cucu kau tahu, kau menginap di DPR bulan Mei itu 
Bersama beberapa ribu kawanmu 
Marah, serak berteriak dan mengepalkan tinju 
Bersama-sama membuka sejarah halaman satu 
Lalu mengguratkan baris pertama bab yang baru 
Seraya mencat spanduk dengan teks yang seru 
Terpicu oleh kawan-kawan yang ditembus peluru 
Dikejar masuk kampus, terguling di tanah berdebu 
Dihajar dusta dan fakta dalam berita selalu 
Sampai kini sejak kau lahir dahulu 
Inilah pengakuan generasi kami, katamu 
Hasil penataan dan penataran yang kaku 
Pandangan berbeda tak pernah diaku 
Daun-daun hijau dan langit biru, katamu 
Daun-daun kuning dan langit kuning, kata orang-orang itu 
Kekayaan alam untuk bangsaku, katamu 
Kekayaan alam untuk nafsuku, kata orang-orang itu 
Karena tak mau nasib rakyat selalu jadi mata dadu 
Yang diguncang-guncang genggaman orang-orang itu 
Dan nomor yang keluar telah ditentukan lebih dulu 
Maka kami bergeraklah kini, katamu 
Berjalan kaki, berdiri di atap bis yang melaju 
Kemeja basah keringat, ujian semester lupakan dulu 
Memasang ikat kepala, mengibar-ngibarkan benderamu 
Tanpa ada pimpinan di puncak struktur yang satu 
Tanpa dukungan jelas dari yang memegang bedil itu 
Sudahlah, ayo kita bergerak saja dulu 
Kita percayakan nasib pada Yang Satu Itu. 



1998


MENCARI SEBUAH MESJID
Oleh :
Taufiq Ismail


Aku diberitahu tentang sebuah masjid 
yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan 
fondasinya batu karang dan pualam pilihan 
atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan 
dan kubahnya tembus pandang, berkilauan 
digosok topan kutub utara dan selatan 
Aku rindu dan mengembara mencarinya 
Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan 
dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran 
dengan warna platina dan keemasan 
berbentuk daun-daunan sangat beraturan 
serta sarang lebah demikian geometriknya 
ranting dan tunas jalin berjalin 
bergaris-garis gambar putaran angin 
Aku rindu dan mengembara mencarinya 
Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranya 
menyentuh lapisan ozon 
dan menyeru azan tak habis-habisnya 
membuat lingkaran mengikat pinggang dunia 
kemudian nadanya yang lepas-lepas 
disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas 
yang memperindah ratusan juta sajadah 
di setiap rumah tempatnya singgah 
Aku rindu dan mengembara mencarinya 
Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di mana 
bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya 
engkau berjalan sampai waktu asar 
tak bisa kau capai saf pertama 
sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu 
bershalatlah di mana saja 
di lantai masjid ini, yang luas luar biasa 
Aku rindu dan mengembara mencarinya 
Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya 
yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya 
dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya 
di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian 
yang menyimpan cahaya matahari 
kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan 
ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna 
di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta 
terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita 
Aku rindu dan mengembara mencarinya 
Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya 
tempat orang-orang bersila bersama 
dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka 
dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian 
dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan 
dalam simpul persaudaraan yang sejati 
dalam hangat sajadah yang itu juga 
terbentang di sebuah masjid yang mana 
Tumpas aku dalam rindu 
Mengembara mencarinya 
Di manakah dia gerangan letaknya ? 
Pada suatu hari aku mengikuti matahari 
ketika di puncak tergelincir dia sempat 
lewat seperempat kuadran turun ke barat 
dan terdengar merdunya azan di pegunungan 
dan aku pun melayangkan pandangan 
mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan 
ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan 
dia berkata : 
"Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan" 
dia menunjuk ke tanah ladang itu 
dan di atas lahan pertanian dia bentangkan 
secarik tikar pandan 
kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran 
airnya bening dan dingin mengalir beraturan 
tanpa kata dia berwudhu duluan 
aku pun di bawah air itu menampungkan tangan 
ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan 
hangat air terasa, bukan dingin kiranya 
demikianlah air pancuran 
bercampur dengan air mataku 
yang bercucuran. 

Jeddah, 30 Januari 1988 
Taufiq Ismail




YANG SELALU TERAPUNG 
DI ATAS GELOMBANG 


Seseorang dianggap tak bersalah, 
sampai dia dibuktikan hukum bersalah. 
Di negeri kami, ungkapan ini terdengar begitu indah. 
Kini simaklah sebuah kisah, 

Seorang pegawai tinggi, 
gajinya sebulan satu setengah juta rupiah, 
Di garasinya ada Honda metalik,Volvo hitam, 
BMW abu-abu, Porsche biru dan Mercedes merah. 
Anaknya sekolah di Leiden, Montpelier dan Savannah. 
Rumahnya bertebaran di Menteng, Kebayoran dan 
Macam Macam Indah, 
Setiap semester ganjil, 
isteri terangnya belanja di Hongkong dan Singapura. 
Setiap semester genap, 
isteri gelap liburan di Eropa dan Afrika, 

Anak-anaknya pegang dua pabrik, 
tiga apotik dan empat biro jasa. 
Saudara sepupu dan kemenakannya 
punya lima toko onderdil, 
enam biro iklan dan tujuh pusat belanja, 
Ketika rupiah anjlok terperosok, 
kepleset macet dan hancur jadi bubur, 
dia ketawa terbahak- bahak 
karena depositonya dalam dolar Amerika semua. 
Sesudah matahari dua kali tenggelam di langit barat, 
jumlah rupiahnya melesat sepuluh kali lipat, 

Krisis makin menjadi-jadi, di mana-mana orang antri, 
maka seratus kantong plastik hitam dia bagi-bagi. 
Isinya masing-masing lima genggam beras, 
empat cangkir minyak goreng dan tiga bungkus mi cepat-jadi. 
Peristiwa murah hati ini diliput dua menit di kotak televisi, 
dan masuk berita koran Jakarta halaman lima pagi-pagi sekali, 

Gelombang mau datang, datanglah gelombang, 
setiap air bah pasang dia senantiasa 
terapung di atas banjir bandang. 
Banyak orang tenggelam tak mampu timbul lagi, 
lalu dia berkata begini, 
"Yah, masing-masing kita rejekinya kan sendiri-sendiri," 

Seperti bandul jam tua yang bergoyang kau lihatlah: 
kekayaan misterius mau diperiksa, 
kekayaan tidak jadi diperiksa, 
kekayaan mau diperiksa, 
kekayaan tidak diperiksa, 
kekayaan harus diperiksa, 
kekayaan tidak jadi diperiksa. 
Bandul jam tua Westminster, 
tahun empat puluh satu diproduksi, 
capek bergoyang begini, sampai dia berhenti sendiri, 

Kemudian ide baru datang lagi, 
isi formulir harta benda sendiri, 
harus terus terang tapi, 
dikirimkan pagi-pagi tertutup rapi, 
karena ini soal sangat pribadi, 
Selepas itu suasana hening sepi lagi, 
cuma ada bunyi burung perkutut sekali-sekali, 
Seseorang dianggap tak bersalah, 
sampai dia dibuktikan hukum bersalah. 

Di negeri kami, ungkapan ini terdengar begitu indah. 
Bagaimana membuktikan bersalah, 
kalau kulit tak dapat dijamah. 
Menyentuh tak bisa dari jauh, 
memegang tak dapat dari dekat, 

Karena ilmu kiat, 
orde datang dan orde berangkat, 
dia akan tetap saja selamat, 
Kini lihat, 
di patio rumahnya dengan arsitektur Mediterania, 
seraya menghirup teh nasgitel 
dia duduk menerima telepon 
dari isterinya yang sedang tur di Venezia, 
sesudah menilai tiga proposal, 
dua diskusi panel dan sebuah rencana rapat kerja, 

Sementara itu disimaknya lagu favorit My Way, 
senandung lama Frank Sinatra 
yang kemarin baru meninggal dunia, 
ditingkah lagu burung perkutut sepuluh juta 
dari sangkar tergantung di atas sana 
dan tak habis-habisnya 
di layar kaca jinggel bola Piala Dunia, 

Go, go, go, ale ale ale... 


1998
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : puisi kemerdekaan taufik ismail

2 komentar:

  1. What is the best casino to play on the casino floor, with slots, blackjack
    WELCOME BONUS: A $1,000 free 목포 출장마사지 chip bonus, which 김포 출장샵 you'll get if 여수 출장마사지 you play 아산 출장샵 on the best online slots, 의정부 출장샵

    BalasHapus
  2. Bagaimana gaya penyampaian Taufik Ismail dalam mengekspresikan semangat kemerdekaan dalam puisinya? Visit Us Telkom University

    BalasHapus